Ali Harsojo

Saya adalah pribadi yang sangat sederhana dilahirkan di kota kecil Sumenep Madura Suka berkolaborasi dan bersinergi Selalu ingin mencari tahu setiap ilmu yan

Selengkapnya
Navigasi Web
Hadiah Terindah, Ujandheras!

Hadiah Terindah, Ujandheras!

HADIAH TERINDAH, UJANDHERAS!

Kebahagiaan hari ini adalah rangkaian dari kebahagiaan yang hadir di waktu lalu. Terbayar sudah penantian berbulan-bulan yang menegangkan. Mencemaskan sekaligus menggetarkan hati. Kalau kita tahu, rerumputan dan rantingpun bertasbih padaNya. Ikan-ikan di lautan dan sungaipun berdzikir kepada sang Khaliq. Burung terbang dan lambaian anginpun memuji kuasaNya. Apalagi aku, atas hadiahNya yang begitu sempurna, mewarnai kebahagiaan hidup keluarga sederhana kami.

Pagi itu, kulirik jam dinding di sebelah luar bilik kamarku tepat pukul 05.15 WIB pagi hari, menunjukkan waktu di mana aku harus segera bergegas pergi memenuhi tugas dan tanggung jawabku bekerja, mengabdi sebagai guru, profesi kebanggaanku. Saat kuhampiri istriku untuk pamit, dia sudah menyelesaikan tugas rutinnya sebagai istri dariku, ibu dari anak-anakku, dan wanita sebagai qodratnya penuh dengan ceria. Dengan sabar dia mencuci pakaianku dan pakaian anakanakku, tentu pakaiannya sendiri juga. Bahkan sebelum mencuci, atau pada saat mencuci, dia lakukan sambil memasak nasi di dapur. Keluar dari kamar mandi ditengah cucian belum selesai, dia juga harus menuju dapur untuk melihat kompor gas yang mungkin saja membuat ‘gosong’ beras yang dimasak. Tak hanya itu, saat matahari belum sempurna tampak, warna tanah dan daun tak begitu jelas, dia sudah menyapu bersih halaman rumahku, hingga sudut garasi mobil jelekku, mobil tua. Barulah dia membangunkan anak kami satu persatu untuk memandikannya, terutama yang masih kecil, Luring. Semuanya memang dialah yang mengerjakannya penuh dengan semangat setiap pagi buta. Bahkan saat aku masih dalam lelap tidur.

"Dek, kok kelihatannya perut buncitmu bergerak keras ya.., seperti menendang-nendang begitu. Apa sakit perut ya dik, tanyaku sambil mengelus perut istriku dengan lembut" "Ah biasa mas, calon bayinya sehat...mungkin karena aku minum kopi pahit tadi," katanya meyakinkanku. "Apa aku gak masuk kerja aja, nungguin kamu ya", pintaku lirih. " gak apa apa mas, berangkat saja, aku baik baik saja, kok...nih pegang, gerak gerak kan..sehat ini bayinya mas, jawab istriku sambil mengarahkan tanganku mengelus perutnya. "Baiklah dek, aku berangkat, dah setengah enam nih, takut ketinggalan perahu nanti, " kataku agak tergesa. "Ya mas, hati hati!" ujarnya

Akupun mengucapkan salam sambil mengelus perutnya dan mencium kening istriku. Kami berlepas jabat tangan dengan ciumannya ke tangan dinginku, ketika aku mulai hendak mengeluarkan sepeda motorku dari ruang tengah...

Itu adalah kandungan istriku, calon anak ke-7 yang kami tunggu-tunggu. Kasih sayangku berlipat, apalagi saat kuingat kami berseteru dengan petugas medis bagian USG di sebuah Rumah Sakit. Petugas itu kaget ketika kami menyampaikan maksud melakukan cheeck up USG untuk sekedar mengetahui kondisi bayi kami, karena kami memang menyampaikan itu adalah kandungan anak ke-7. Bahkan petugas medis itu sempat mengatakan kok bisa hamil sampai ke-7, karena itu memiliki resiko yang cukup tinggi, terutama bagi ibu yang hamil. Kami mengatakan, itulah kehendakNya, dan Dialah yang akan menyelamatkannya, kita harus berusaha dan berdoa. Kata-katanya, apalagi dengan raut mukanya yang kurang simpati, membuatku malas melihatnya, dan bahkan sekedar datang ke Rumah Sakit itu, kami tak pernah kembali lagi ke sana....

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pagi itu matahari bersinar terang, pancaran sinarnya menyapu celah-celah dedaunan dan ranting, jalan-jalan ditengah lalu-lalang penggunanya serta petak-petak tanah kosong yang tak ditanami, cerah tak meninggalkan firasat lain, selain menyinari bumi menghangatkan suasana perjalananku menuju pulau pengabdian, tempatku mengajar sebagai guru abdi negara. Sejak aku diangkat sebagai guru (setelah lolos tes sebagai abdi negara, -kebetulan aku adalah salah satu peserta yang beruntunh- dari sekian ribu pendaftar), aku ditugaskan di sebuah sekolah dasar inti di Kecamatan kepulauan yang relatif dekat dengan daratan Sumenep. Setiap pagi hari aku harus menempuh jarak sekitar33 km rute jalan darat, dari rumahku menuju arah kota 11 km, lalu ke arah pelabuhan tanjung sekitar 22 km, 1:2 jarak rumahku ke Kota dan jarak Kota ke Pelabuhan Tanjung itu. Perjalanan lautku sekitar 45 menit jika suasana tenang dan bisa satu jam lebih jika cuaca tidak bersahabat. Karena rute penyeberangan dari Tanjung ke Pulau mungil itu adalah perairan yang dilalui dengan pertemuan tiga arus yang datang dari tiga penjuru menuju titik yang sama, sehingga sapuan ombak begitu menggulung jika memang angin menerpa. Bahkan bila cuaca buruk, tidak ada perahu yang berani berlayar menuju atau dari pulau itu, pulau melon Giligenting. Perjalananku menuju pelabuhan sekitar 45 menit. Dan sekitar 2 setiap hari, kulalui harihari pengabdianku di jalan, baik jalur darat maupun laut. Cukuplah lelah jika 4 jam setiap hari, aku berada di jalan pergi dan pulang dari tempat mengabdiku, tapi itu konsekuensiku sebagai abdi negara yang harus siap mengabdi, tanpa keluh kesah, harus aku syukuri sepenuh hati. Tepat pukul 07.15 kutiba di sekolah dengan bahagia, meski sedikit lelah, sekolah pertamaku bertugas. Bahagia rasanya bisa mengabdi di sana bersama empat sekawan yang rajin dan tangguh, seorang guru laki-laki dan dua orang teman guru wanita, pejuang pendidikan kebanggaanku.

Tak terasa setiba di sekolah, rintik gerimis hujan mulai menyapu halaman sekolah. Sejurus langit hitam kelam searah jarum jam dari sudut pandanganku menuju titik pelabuhan Aenganyar, satu kilometer dari sekolahku. Awan tampak bergumul menggumpal pertanda akan hadir hujanNya. Kilatan petir sesekali terlihat seakan di tengah lautan. Suasana teduh.

Ku bergegas masuk kelas V yang telah ditunggu murid muridku. Tak sabar rasanya aku ingin berbagi pengetahuan dengan mereka.

"Anakanak, mari kita diskusikan, bangun datar manakah yang sesuai dengan bendabenda yang dapat kalian lihat di dalam ruang kelas kita, " ujarku menjelaskan materi konsep bangun datar, bidang studi matematika setelah melakukan apersepsi.

Tak sempat kulanjutkan membagi kelompok belajar, tiba tiba telpon genggamku berdering keras di tengah hujan mulai mengguyur..aku kenal betul, nada panggilan itu pasti dari orang-orang dekatku, karena aku telah men-setting nada dering berbeda untuk nomor keluarga, teman dan sahabatku.

Kring.....kring...kring....suara hapeku dari balik tasku berdering. Dan sengaja aku gunakan nada dering ring tone seperti bunyi dering telepon klasik.

Segera kuambil ponselku, dan kutekan tombol terima panggilan dengan sigap setelah kutahu, wajah dan panggilan pribadiku untuknya muncul di layar ponselku.

"Duuuuu.....hiiiii....ihhhhh...ma...s.....ma...s...massss!!!!¡? Suara istriku memanggil sambil menjerit seakan menggingit bibirnya kuatkuat. Tanpa salam seperti biasanya, tibatiba terdengar suara jeritan istriku, semacam histeris begitu. " Ya Allah....dekkk...dee...kkk..ada apa kok menjerit begitu”....kataku panik bercampur heran dan gusar, hati mendidih tak karuan mendengar rintihan itu. Spontan aku melangkah sedikit cepat ke luar kelas meninggalkan muridku mencari sinyal lebih baik, menuju halaman sekolah bersama gerimis...yang tak kupedulikan.

"Mas...mas...sakittt...mas... Kayak pingin ke belakang mas, BAB...!, jerit tangis istriku melengking... "Duh..dek...jgn BAB dulu..sebentar saya telpon bidan nya...mungkin mules karena reaksi minum kopi tadi, pintaku panik....

Kukembali ke kelas, bermaksud mengambil ponsel dengan nomor simpati utk menghubungi sang bidan....tapi..hanya melangkah beberapa meter, sebelum aku masuk ke ruang kelas, ponselku berdering lagi. Kuangkat segera...

" Maa...s..maasss,,..ketuban pecahhh...gak kuat mass.." jeritnya lirih sambil menangis sesegukan.....tak ada jeda untuk tenang dan diam, istriku terus meraung menangis kesakitan...

Bagai disambar petir, aku berteriak keras di tengah hujan yang semakin menderu.

"Dekkkkk....dekkk....tahan dek..tahan...ya Allah....selamatkan istriku, " tangisku pecah sambil mengepal tanganku menuju tembok ruang guru....

Aku tertunduk mengarah ke gedung ruang guru, perih rasanya mendengar tangis penderitaannya, air mataku tak terasa membasahi pipiku bersama percikan air hujan dari atap tak berteras itu...mataku memerah, memendam sesal, kenapa aku harus berangkat ke sekolah hari ini. Oh tidak, di samping ini kewajibanku mengajar, aku juga telah mendapat ijin dari istriku untuk masuk kerja. Kuusap air mataku, cukup dengan lengan kananku...duh. ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------ "Bu bidan...bu bu....bu...saya minta tolong...istriku mau melahirkan sepertinya, di rumah, tolong ibu sekarang juga ke rumah" pintaku mengemis setengah memaksa....sambil menangis kawatir saat ada jeda menelpon bidan yang ku kenal.

"Maaf mas...aku tdk bisa ke rumah sampeyan, di sini hujan deras sekali...saya tdk bisa berbasah basah, suruh ke sini saja, persalinan di sini," katanya dengan enteng...tanpa beban.

"Ibu, berarti ibu tdk bisa menolong...setidaknya untuk saat ini saja, ini mendesak sekali bu, aku sedang di pulau, tidak bisa cepat pulang," ucapku sangat kecewa dan marah di hati....

“ya maaf, mas..ini masih hujan deras, nanti kalau reda mungkin saya bisa ke sana” jawabnya tak menghiraukan permohonanku.

Kututup telponku tanpa ada jawaban, tatapan kosongku menuju pepohonan di depan ruang guru, sesekali mataku berkaca-kaca membayangkan sakitnya istriku di rumah..

Tak berselang beberapa detik, Hape xl ku kembali berdering....kuangkat segera ponselku..

"Mas...maaass...gak kuat...lemas...payah mas...ketuban dah mau kering...ada darah ngalir mas...." rintihan istriku dg tangis pasrah.....

" oh....ya Allahhh.....duh ...uh...dekkk...bertahan....aku mau telpon mbak Ti dulu..", kataku sangat panik.

Kuberusaha menelpon mbak Ti, tetangga jauhku yang sudah akrab seperti saudara sendiri, bahkan dia kutitipi mobil sedanku di rumahnya, karena aku belum ada garasi mobil. Kusampaikan dengan terbata-bata keadaan istriku di rumah......hingga keengganan bu bidan untuk datang ke rumah.

Dan aku mohon mbak Ti mau ke rumahku, membawa mobil sedanku yang kuminta anaknya untuk mengemudikannya..lalu mengantarkannya ke klinik persalinan bu bidan itu.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Kuterpaksa dengan berat hati minta ijin kepada kepala sekolahku utk pulang duluan dan menceritakan dg singkat kondisi yang terjadi pada istriku.

Syukur rasanya, beliau memahami keadaan istriku, posisiku dan kepanikanku. Kutitip anak-anak didikku kepada guru lain, guru kelas yang bersebelahan dengan kelasku.

"Hatihati di jalan pak, biar diantar pak sufyan ke pelabuhan” kata kepala sekolahku cemas.

" ya bu, terima kasih” sahutku lirih tertunduk lemas.

Akupun bergegas naik sepeda motor dibonceng pak sufyan menuju pelabuhan.

Alangkah kagetnya setelah sampai di pelabuhan, tidak ada perahu yang mau berangkat berlayar karena sepi penumpang dan nampaknya cuaca juga kurang bersahabat.

Langit biru di tengah laut telah berubah menjadi gumpalan awan hitam mencekam searah lurus rumahku, pertanda di sana memang hujan lebat, sementara di pelabuhan juga hujan, walau tidak begitu berbadai.

Akhirnya kuputuskan mencalter salah satu perahu itu...agar segera pulang sampai di rumah....tanpa berpikir panjang berapa biaya sewa itu...

Telponku terus berdering di atas perahu tanpa jelas apa yang dibicarakan karena deru angin kencang yang mengalahkan suara speaker ponselku...apalagi semakin ke tengah, hujan semakin dera. hanya jerit tangis yang kudengar...rintihan tiada henti yang menemaniku perjalanan lautku penuh kecemasan, kegusaran. Aku hanya pasrah apa yang akan terjadi selanjutnya. Mohonku padanya terus terlantun sembari mataku sembab karena air mata cinta.

Perahupun bersandar di Pelabuhan Tanjung, setelah sekita 1 jam mengarungi ombak yang mulai membesar, ...deretan gelombang putih berkejaran pertanda akan segera datang badai yang lebih besar. Untunglah aku tiba, sebelum itu terjadi.

Kuambil sepeda motorku di parkiran pelabuhan. Kupacu kencang menuju rumahku, tak sanggup aku melihat speedometer di depanku. Melirikpun enggan. Tak seperti biasanya aku melajukan sepeda motorku, bagai banteng gila ku terus berpacu dengan waktu. Agar segera sampai di rumahku. ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Akhirnya mobil sedan itu tiba di rumahku bersama mbak Ti dan iparnya, teman istriku....

Anakanakku yang lain hanya mampu berisak tangis mengiringi tangis sakit mamanya....

Sesekali anakku mengusap keringat dingin di dahi mamanya, sementara anakku yang lain, memang sudah belajar di sekolah.

Istriku di ”bopong” oleh mbak Ti menuju mobil yang telah diparkir di jalan raya persis depan tokoku....

Istriku berjalan sempoyongan sambil menahan sakit dan memegangi perutnya..sesekali berjalan mengendap membungkuk dengan jerit tangisnya...kadang suaranya tiba-tiba mengeras sambil tangannya menggapai dan mencengkeram keras pundak mbak Ti.

Tinggal selangkah lagi untuk naik ke mobil, tibatiba......

Brukkkkghhhh.....istriku merintih tdk mampu lagi melangkah dan ambruk dengan lemas lunglai tak bertenaga persis di depan toko dan jalan raya saat hujan deras menderu dan angin kencang menerpa..pepohon “doyong” ke kanan dan ke kiri seperti bergoyang mengikuti irama angin yang menerpanya.

Teriakan istriku memecah langit mendung dan berbasah guyur hujan. dia terlentang berbantal paha mbak Ti dengan pasrah..... cairan merah kecokelatan sisa air ketuban mengalir menyusuri tungkainya, bersama air hujan deras yang menyaksikannya.

Dzikir mbak Ti, terus berkumandang, mulutnya tak berhenti komat-kamit membaca doa, sesekali ia juga menangisi istriku, (istriku sebatangkara di sini, karena istriku berasal dari Sumatera Selatan, Palembang.)

Sementara anak-anakku, Luring dan Anun juga bermandi hujan di samping mamanya. Kondisi dramatis yang tak hanya ada di dunia sinetron. Mereka berlima meringkuk dalam hujan deras badai angin menerjang, dalam dingin yang pekat dan gigil yang kaku.

Istriku terus berjuang dengan sisa-sisa tenaganya...menahan sakit tak tertahankan, antara hidup dan mati. Anak-anak yang lain menutupi dengan aling aling jarik (samper) atau sarung yang dibentangkan sekeliling istriku agar terhindar dari pandangan orang yang lewat di jalan raya itu.

"Aaahhhhhhhhhh......iiihhhhhh...ugghhhhhhhhh,” byarrrrrr... rintih istriku bersamaan dengan lahirnya bayi perempuan mungil yang cantik....cantik sekali.

Bayiku pun menangis sambil bermandi air hujan. Hujanpun membasahi kain-kain yang menyelimutinya...basah bersama cairan akibat proses persalinam darurat itu...oh Tuhan...sungguh besar karuniaMu. Mereka tetap ikhlas dan tulus memberikan bantuan kepada keluargaku.

Bayiku dibiarkan tergeletak di tanah bersemen di tengah guyuran hujan deras itu. Bayi itu menangis sejadi-jadinya dengan kondisi berdarah-darah. Sesekali mbak Ti mengusap bayi itu dari guyuran hujan deras. Bersama ari-arinya, bayi itu tetap berada di kangkangan istriku, sambil terus menangis memecah hujan dan angin.

Istriku semakin lemas dan tak bertenaga...

Beberapa menit kemudian, ditengah keterbatasan orang-orang yang menemani istriku, kekawatiran baru timbul. Baru sadar ketika Mbak Ti melihat bayiku dan ari-arinya masih tergeletak di tanah basah itu. Ternyata tidak ada yang bisa memotong tali pusarnya dari ari ari bayinya. Istriku melahirkan hanya dengan Mbak Ti, iparnya dan anakanakaku yang lain, yang masih kecil kecil juga...kebingungan mulai dialami mbak Ti dan iparnya. Keduanya perempuan biasa yang tak pernah menangani proses persalinan, apalagi persalinan dramatis di tengah hujan badai.

Barulah hujan deras berganti gerimis tetanggaku berdatangan mengerumuni jalan raya depan tokoku...sesekali orang yg lewat bertanya, apakah ada kecelakaan lalulintas yang baru terjadi?..karena darah mengalir bersama air hujan...sementara mobil sedanku tetap mematung sembari menjadi penghalang dari setiap orang yang lewat bersepeda motor berlalu lalang di jalan raya.

Tetanggaku berinisiatif memanggil dukun bayi yang cukup jauh dari rumahku. Sang dukun bayi bergegas datang tanpa pamrih dan segera memotong tali pusar dengan bilahan bambu yang tajam. Lalu memandikan si mungil. Dibantunya istriku berdiri dan membersihkan diri ke kamar mandi dalam rumah.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Setelah perjalananku tiba di rumah, ku segera parkir sepeda motorku di halaman rumah. Hujanpun mulai bersisa gerimis.

Alangkah bahagianya dengan tangisku aku saat melihat istriku telah istirahat lemah di samping buah hati perempuanku yang cantik mungil. Di kamar kami. Tetanggapun mulai berdatangan dan berderai air mata, saat mbak Ti mulai menceritakan kronologi peristiwa persalinan istriku.

"Dek....maafin aku ya..tidak menunnguimu saat lahiran.” Kataku lirih...

Istriku mengangguk lemah, tanda memaafkanku.

“kuberi nama anak cantik ini Ujandheras ya dek. Karena pejuanganmu luar biasa hebat" kataku minta pendapat. " ya mas, ..nama lanjutannya siapa" goda istriku dengan suara lemah.

Uzwah Zammiluny Ujandheras Zamzamy fy Azizurohmatillah....kataku sambil mencium keningnya.

“Contoh yang baik, lahir pada saat hujan deras berselimut kesucian air zamzam di dalam kemulyaan rahmat Allah....” kataku menjelaskan makna perjuangan buah hati kami itu.

Istriku tersenyum bahagia, menghela nafas panjang.

Hari itu, hari bahagia kami. Hadiah indah dari Tuhan, si cantik Ujandheras.

Perjuangan seorang ibu yang tak pernah terhenti, hingga kapanpun!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap, selamat ya Pak Ali...semoga keluarga njenengan kian bahagia dengan hadirnya Ujandheras...

08 Jun
Balas

Terima kasih bu...

08 Jun

Selamat untuk anak yang ke 7

08 Jun
Balas

Terima kasih

08 Jun

Selamat ya Pak Ali, semoga puta dan putrinya menjadi anak soleh dan solehah

08 Jun
Balas

Amin..makasih bu

08 Jun

Subhanallah walhamdulillah....pak Ali dan istri luarbiasa semua.... Semoga Ujandheras mjd anak yg sholih....anak ke-7...Allahu Akbar...

08 Jun
Balas

Amin..trims bu

21 Apr



search

New Post